Tuesday, January 18, 2011

Imlek, Kebudayaan Cina di Indonesia


Sudah sepuluh kali terakhir ini kalau tidak salah Tahun Baru Imlek alias Tahun Baru Cina dijadikan sebagai bagian dari hari libur Nasional Republik Indonesia. Era KH Abdurrachman Wahid merupakan penyegaran dan cahaya baru khususnya bagi etnis Tionghoa yang ada di Indonesia, setelah lebih dari 30 tahun tidak diperbolehkan menunjukkan jatidirinya sebagai suatu suku bangsa. Masih segar dalam ingatan, sebelum tahun 1998, apa saja yang berbau Cina dianggap tidak nasionalis, tidak patriotik, dan dalam banyak hal dikait-kaitkan dengan komunisme di RRC. Hal ini berlangsung ketika hubungan Indonesia dengan Cina terputus pada tahun 1966 dan baru mengalami perbaikan pada tahun 1989.

Pelarangan atas segala macam hal berbau Cina berlangsung dalam banyak cara. Seperti keharusan mengganti nama dari nama Cina ke nama Indonesia atau nama Cina yang diindonesiakan, pelarangan agama Konghuchu sehingga etnis Tionghoa harus memilih salah satu dari lima agama yang diakui di Indonesia, penutupan sekolah-sekolah berbahasa Cina sampai dilarangnya penggunaan bahasa Cina secara meluas diseluruh Indonesia, serta perlakuan-perlakuan diskriminatif lainnya seperti dipersulitnya mereka memasuki ranah politik, militer dan bahkan hingga masalah kewarganegaraan dimana untuk mengurus KTP saja harus menunjukkan surat bukti kewarganegaraan Indonesia (yang seharusnya tidak perlu, karena mereka yang kelahiran Indonesia secara otomatis adalah WNI). Warna Cina hanya nampak pada klenteng-klenteng yang pada masa Orde Baru sangat terbatas kegiatannya. Kendati Feng Shui (atau bahasa selatannya Hong Shui)

Tapi dengan terbukanya klep ketertutupan ini pasca 1998, perlahan kebudayaan Cina mulai kembali menunjukkan jati dirinya ditengah masyarakat Indonesia. Bahkan pada awal tahun 2000-an salah satu televisi swasta terkemuka ditanah air mulai menayangkan berita berbahasa Mandarin setiap hari dengan durasi setengah jam dan berlangsung hingga kini. Aneka macam budaya Cina-pun mulai kembali ditekuni seperti makin maraknya grup Barongsai yang anggotanya bukan hanya dari etnis Tionghoa, melainkan juga dari kalangan pribumi tanpa memandang asal usul dan agamanya (pendek kata kesenian Barongsai sudah menjadi milik bersama), Wushu, Kungfu dan kursus bahasa Mandarin.

Kebangkitan Budaya Minoritas
Belakangan kian banyak keturunan Cina Indonesia yang dengan terbuka menyebut dirinya sebagai etnis Tionghoa. Kendati sebenarnya mereka berasal dari suku Hokkien, Hokchia, Teochew, Hakka (Ge), Kanton, Mandarin dan sebagainya, namun di Indonesia mereka dianggap satu sebagai etnis Cina alias Tionghoa. Kesadaran ini muncul seperti dengan keterbukaan mereka menyebut diri sebagai umat Tri Dharma (khususnya Konghuchu) dan mengganti agama dalam KTP mereka dengan Konghuchu.
Segala sesuatu yang berbau Cina kini sudah menjadi kelaziman, kendati huruf Cina hanya muncul sporadis tidak seperti di Malaysia atau Singapura.

Tentunya budaya Cina di Indonesia ini akan berbeda dengan yang ada di Malaysia, karena secara sejarah dan sosio-politik keduanya sudah terpecah dan identitas keindonesiaan dikalangan etnis Tionghoa inipun bervariasi pada setiap individunya. Tapi, yang bisa diambil sebagai garis besar, etnis Cina Indonesia dalam banyak hal bisa jauh lebih nasionalis dibanding dengan orang pribumi Indonesia sendiri. Banyak kisah yang menyebutkan bahwa orang Cina Indonesia dimancanegara mengidentifikasi dirinya sebagai orang Indonesia. Bangsa Indonesia bersuku Tionghoa.

Saya bangga dengan kemajemukan, kendati mengalami proses asimilasi (baik asimilasi parsial atau total) tentunya setiap minoritas berhak mempertahankan meski sebagian dari budaya leluhurnya. Revitalisasi budaya seperti budaya Cina ini tidak perlu ditakuti, karena toh mereka sudah menyatakan dan merasa memiliki Indonesia ini sebagai tanah tumpah darah mereka, bukan Chungkuo atau Tiongkok yang merupakan tanah asal leluhur mereka.



Sumber :
http://sosbud.kompasiana.com
Temukan hadiah yang unik dan menarik untuk orang-orang terkasih dalam daftar Hadiah Imlek Anda.


No comments:

Post a Comment